Sebagai konsultan pengembangan kurikulum kebudayaan, tugas utama adalah memberikan saran dan dukungan dalam merancang kurikulum yang mengintegrasikan nilai-nilai budaya lokal.
Selain itu, pekerjaan ini juga melibatkan melakukan riset dan analisis terhadap kebutuhan dan tantangan dalam pengembangan kurikulum kebudayaan.
Kemampuan untuk berkolaborasi dengan pihak terkait, seperti guru, pemerintah, dan komunitas lokal, juga penting dalam pekerjaan ini.
Profil orang yang cocok untuk tipe pekerjaan Konsultan Pengembangan Kurikulum Kebudayaan adalah seorang yang memiliki pengetahuan yang mendalam dalam bidang kebudayaan, kreatif, dan memiliki kemampuan analisis yang baik dalam merancang kurikulum yang sesuai dengan nilai-nilai budaya yang ingin dipertahankan.
Disamping itu, seorang konsultan juga harus memiliki kemampuan komunikasi yang baik agar dapat berinteraksi dengan berbagai pihak stakeholders dalam pengembangan kurikulum kebudayaan.
Orang yang kurang memiliki kepekaan terhadap nilai-nilai budaya dan kurang memiliki pengetahuan tentang pengembangan kurikulum budaya akan tidak cocok dengan pekerjaan ini.
Miskonsepsi tentang profesi konsultan pengembangan kurikulum kebudayaan adalah bahwa mereka hanya bertanggung jawab untuk merancang program kurikulum yang mempromosikan kebudayaan tanpa memperhatikan aspek pendidikan yang lebih luas. Padahal, seorang konsultan kurikulum kebudayaan juga harus memperhatikan pembelajaran, evaluasi, serta tujuan perkembangan siswa.
Salah satu perbedaan dengan profesi yang mirip, seperti seorang pakar kebudayaan, adalah bahwa konsultan pengembangan kurikulum kebudayaan memiliki peran yang lebih spesifik dalam merancang program pembelajaran yang mencakup aspek kebudayaan. Mereka harus memiliki pengetahuan mendalam tentang kedua bidang tersebut, yaitu pendidikan dan kebudayaan.
Ekspektasi yang berbeda dengan realita dalam profesi ini adalah bahwa masyarakat mungkin berharap seorang konsultan kurikulum kebudayaan dapat secara instan mengubah pendidikan menjadi lebih inklusif dan berbasis kebudayaan. Padahal, pengembangan kurikulum membutuhkan waktu, diskusi yang mendalam, serta keterlibatan berbagai pihak yang terlibat dalam pendidikan.