Pekerjaan dalam pengelolaan konflik sosial melibatkan mediasi, negosiasi, dan penyelesaian konflik antara pihak yang terlibat.
Tugas utamanya adalah memahami sumber konflik, memfasilitasi dialog dan pembicaraan yang konstruktif, dan mencari solusi yang memuaskan semua pihak.
Selain itu, pekerjaan ini juga melibatkan pendekatan yang sensitif terhadap perbedaan budaya, pemahaman yang mendalam tentang hak asasi manusia, dan keterampilan dalam membangun kepercayaan antara pihak yang berkonflik.
Seorang pengelola konflik sosial harus memiliki kemampuan analisis yang tajam, mampu berkomunikasi dengan baik dan memiliki kepekaan terhadap berbagai dinamika sosial yang ada.
Selain itu, seorang pengelola konflik sosial juga harus memiliki kepemimpinan yang kuat, mampu menjaga netralitas dalam situasi yang sulit, dan memiliki kemampuan mengambil keputusan yang bijaksana.
Jika kamu adalah orang yang tidak suka berinteraksi dengan orang lain, tidak memiliki keahlian dalam menyelesaikan masalah, dan tidak bisa mengendalikan emosi dengan baik, kemungkinan kamu tidak cocok sebagai pengelola konflik sosial.
Ekspektasi masyarakat terhadap profesi Pengelola Konflik Sosial seringkali berlebihan, mengharapkan mereka dapat menyelesaikan semua konflik dengan cepat dan tanpa kontroversi, padahal kenyataannya konflik sosial adalah proses yang kompleks dan sulit diselesaikan secara instan.
Perbedaan yang signifikan antara ekspektasi dan realita dalam profesi Pengelola Konflik Sosial adalah bahwa mereka tidak bertugas untuk menghilangkan konflik sepenuhnya, tetapi untuk mengelola konflik tersebut agar berjalan secara sehat dan konstruktif bagi semua pihak terlibat.
Profesi Pengelola Konflik Sosial berbeda dengan profesi mediator atau penengah konflik, di mana mediator bertugas untuk mendamaikan pihak-pihak yang terlibat dalam konflik sedangkan pengelola konflik sosial bertugas untuk memfasilitasi dialog, negosiasi, serta membantu mencapai solusi yang adil dan berkelanjutan.