Pekerjaan sebagai tenaga ahli di lembaga kebudayaan melibatkan penelitian, analisis, dan interpretasi terhadap berbagai aspek budaya.
Tugas utamanya mencakup mengumpulkan data, mengambil sampel, dan menganalisis artefak budaya serta melaporkan temuan yang ditemukan dalam penelitian.
Selain itu, pekerjaan ini juga melibatkan kerja sama dengan ahli lain, seperti arkeolog, etnolog, atau sejarawan, dalam rangka memperluas pemahaman tentang kekayaan budaya yang ada di masyarakat.
Seorang yang memiliki pengetahuan dan keahlian dalam bidang kebudayaan serta memiliki pengalaman dalam bekerja dengan lembaga kebudayaan, akan cocok menjadi tenaga ahli di lembaga kebudayaan.
Sebagai tenaga ahli di lembaga kebudayaan, seseorang juga harus memiliki keterampilan dalam merencanakan acara kebudayaan, memiliki kemampuan analitis yang baik, serta memiliki ketertarikan yang tinggi terhadap budaya dan seni.
Orang yang tidak tertarik dengan bidang kebudayaan, tidak memiliki pengetahuan yang mendalam tentang budaya, dan tidak memiliki keterampilan dalam pelestarian dan pengembangan kebudayaan, tidak cocok menjadi tenaga ahli di lembaga kebudayaan.
Miskonsepsi tentang tenaga ahli di lembaga kebudayaan adalah ekspektasi bahwa mereka hanya bertugas mengenal dan menghafal seni dan budaya, padahal dalam realita mereka juga harus memiliki kemampuan manajerial dan mengelola anggaran.
Perbedaan dengan profesi yang mirip seperti seniman atau pendidik seni adalah tenaga ahli di lembaga kebudayaan lebih fokus pada pengelolaan dan pembinaan serta menjaga keberlanjutan budaya, sedangkan seniman lebih berfokus pada produksi karya seni dan pendidik seni pada proses pembelajaran.
Miskonsepsi lainnya adalah bahwa tenaga ahli di lembaga kebudayaan hanya akan berurusan dengan hal-hal "seni tinggi" saja, padahal dalam realita mereka juga mengurus hal-hal seperti kesenian rakyat dan kebudayaan lokal yang lebih populer.