Pekerjaan sebagai hakim dalam peradilan keluarga Islam memerlukan pengetahuan mendalam mengenai hukum-hukum keluarga dalam agama Islam.
Tugas utamanya adalah mendengarkan kasus-kasus yang berkaitan dengan pernikahan, cerai, hak waris, dan hukum-hukum keluarga lainnya, serta memberikan keputusan yang adil berdasarkan hukum Islam.
Selain itu, hakim dalam peradilan keluarga Islam juga harus dapat menyerap dan memahami berbagai pendapat dan perspektif yang mungkin berbeda dalam membantu mencapai penyelesaian yang paling baik untuk semua pihak yang terlibat.
Profil orang yang cocok untuk menjadi Hakim dalam peradilan keluarga Islam adalah seorang yang memiliki pengetahuan mendalam tentang hukum Islam, memahami keadilan sosial, serta memiliki kepekaan terhadap masalah sosial yang berkaitan dengan keluarga.
Keterampilan komunikasi yang baik dan kemampuan dalam memahami situasi emosional juga penting bagi seorang Hakim peradilan keluarga Islam.
Jika kamu tidak dapat menjaga netralitas dan tidak memiliki empati yang tinggi dalam menangani kasus-kasus keluarga yang kompleks, kemungkinan kamu tidak cocok menjadi hakim dalam peradilan keluarga Islam.
Miskonsepsi tentang profesi hakim dalam peradilan keluarga Islam adalah bahwa mereka secara tidak adil memutuskan kasus-kasus berdasarkan preferensi agama mereka, padahal kenyataannya mereka memiliki kewajiban untuk berpegang pada prinsip-prinsip hukum yang objektif.
Ekspektasi yang sering tidak realistis terhadap hakim dalam peradilan keluarga Islam adalah bahwa mereka dapat memecahkan semua masalah dan konflik dalam keluarga dengan keputusan tunggal. Padahal, kenyataannya mereka dihadapkan pada keterbatasan hukum dan kebijakan yang harus diikuti.
Perbedaan antara hakim dalam peradilan keluarga Islam dengan profesi yang mirip, seperti seorang ulama, adalah bahwa hakim berperan sebagai pemutus sengketa berdasarkan hukum positif, sedangkan ulama memberikan nasihat dan panduan keagamaan kepada individu atau keluarga yang meminta bantuan.