Sebagai konselor di pusat konseling korban kekerasan, tugas utama adalah memberikan dukungan emosional dan psikologis kepada korban kekerasan.
Selain itu, pekerjaan ini juga melibatkan melakukan penilaian dan evaluasi terhadap kondisi korban, serta merancang program rehabilitasi dan pemulihan yang sesuai dengan kebutuhan korban.
Komunikasi dan kolaborasi dengan tim multidisiplin, seperti dokter, pengacara, dan pekerja sosial, juga merupakan bagian penting dari pekerjaan ini untuk memberikan dukungan yang komprehensif kepada korban kekerasan.
Seorang konselor di pusat konseling korban kekerasan harus memiliki empati yang tinggi, kemampuan mendengarkan yang baik, dan kemampuan untuk membangun hubungan kerja sama yang baik dengan korban.
Selain itu, konselor juga harus memiliki pengetahuan yang luas tentang trauma, penanganan korban kekerasan, dan memiliki ketahanan emosional yang kuat.
Seseorang yang tidak memiliki empati dan kemampuan mendengarkan yang baik tidak cocok untuk pekerjaan menjadi konselor di pusat konseling korban kekerasan.
Miskonsepsi: Ekspektasi tentang profesi Konselor di pusat konseling korban kekerasan sering kali mengharapkan mereka menjadi penyelamat yang dapat mengatasi semua masalah dengan cepat dan sempurna.
Realita: Sebenarnya, konselor di pusat konseling korban kekerasan lebih fokus pada memberikan dukungan emosional, membantu dalam pemulihan trauma, serta memberikan informasi dan saran yang tepat. Proses pemulihan membutuhkan waktu dan kerja sama antara konselor dan klien.
Perbedaan dengan profesi yang mirip: Konselor di pusat konseling korban kekerasan berbeda dengan ahli hukum atau petugas penegak hukum. Konselor tidak bertindak secara hukum atau menyelidiki kasus kekerasan, namun mereka bekerja dalam mendengar, memberikan dukungan psikologis, dan membantu klien mengatasi kemungkinan jangka panjang dari trauma kekerasan yang dialaminya.